Mengenal 5 Gender dalam Masyarakat Suku Bugis
Gender merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender berbeda dengan jenis kelamin (seks). Seks berkaitan dengan pembedaan aspek biologis berdasarkan jenis kelamin tertentu, yaitu laki-laki dan perempuan. Sedangkan gender berkaitan dengan peran, perilaku, ekspresi, dan identitas seseorang yang melekat dan dibentuk secara kultural pada laki-laki dan perempuan.
Konstruksi masyarakat pada umumnya hanya mengenal dua ekspresi gender, yaitu maskulin dan feminin. Namun, uniknya hal ini berbeda dalam masyarakat suku Bugis di Sulawesi. Dalam masyarakat Suku Bugis dikenal lima jenis gender, yaitu orowane, makkunrai, calabai, calalai, dan bissu.
- Orowane
Orowane adalah sebutan untuk laki-laki dalam suku Bugis. Seperti laki-laki pada umumnya, orowane memiliki sifat yang maskulin. Apabila ia sudah menikah, ia mempunyai tanggung jawab untuk melindungi dan menafkahi keluarganya.
2. Makkunrai
Makkunrai adalah sebutan untuk perempuan dalam suku Bugis. Makkunrai memiliki sifat seperti perempuan pada umumnya yang feminim. Perempuan sendiri sangat dihargai dan dianggap sebagai martabat keluarga dalam masyarakat suku Bugis. Apabila seseorang ingin menikahi seorang perempuan, maka ia harus memberikan uang panai’ atau mahar dengan nominal yang sesuai dengan status sosial perempuan tersebut.
3. Calabai
Selain laki-laki dan perempuan, masyarakat suku Bugis juga mengenal gender calabai. Calabai adalah sebutan bagi mereka yang terlahir dengan kondisi biologis laki-laki, tetapi berperilaku seperti perempuan dalam kesehariannya. Meskipun begitu, masyarakat suku Bugis tetap menganggap mereka sebagai laki-laki, hanya berbeda pada sikap dan sifat mereka saja yang feminin seperti perempuan. Mereka sendiri pun tetap menganggap diri mereka sebagai laki-laki.
Dalam masyarakat suku Bugis, calabai memiliki peran penting terutama dalam acara pernikahan. Mereka biasanya bertugas dalam merias pengantin, mengatur hiasan/dekorasi tempat pernikahan, mempersiapkan makanan untuk para tamu, hingga menjadi ibu pengantin dalam prosesi pernikahan.
4. Calalai
Sebaliknya dari calabai, calalai adalah sebutan bagi mereka yang secara biologis terlahir sebagai perempuan, tetapi memiliki sikap dan perilaku maskulin seperti laki-laki. Seperti callabai, masyarakat suku Bugis tetap menganggap mereka sebagai perempuan. Hanya berbeda sikap dan sifatnya saja yang seperti laki-laki.
5. Bissu
Bissu sangat berbeda dari keempat gender lainnya yang ada dalam masyarakat suku Bugis. Bissu bisa disebut sebagai perpaduan dari semua gender yang ada dalam masyarakat suku Bugis. Selain itu, mereka yang memiliki gender ini tidak tertarik kepada laki-laki maupun perempuan.
Bissu berpegang teguh pada filosofi Bugis kuno yang mengatakan, “Manusia yang sempurna adalah mereka yang memiliki unsur keperempuanan dan kelaki-lakian yang seimbang dan adil.”
Masyarakat suku Bugis menganggap bissu sebagai orang suci atau spiritual dan memiliki kedudukan yang tinggi. Bissu dianggap sebagai penghubung antara manusia dengan dewa.
Fakta bahwa terdapatnya lima gender tersebut menunjukkan keragaman yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Jangan sampai hanya karena keegoisan dan kesempitan pikiran dalam memandang keragaman membuat kita merasa berhak untuk menghakimi perbedaan yang ada. Justru dengan adanya keragaman itu, kita dituntut untuk selalu saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
Oleh: Shintia Hari Putri